Pandangan Islam mengenai Kenaikan Pajak

Oleh Reni Mardiani, S.Pd.

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% telah memicu berbagai reaksi mengkhawatirkan dari masyarakat Indonesia. Menanggapi fenomena tersebut, dosen Departemen Manajemen Bisnis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr. Ir. Arman Hakim Nasution, M.Eng. memberi pandangannya dari sisi akademisi (ITS News, 28/12/2024).

Menurutnya, dampak dari kenaikan PPN ini secara langsung memengaruhi roda perekonomian Indonesia. Tentunya dampak tersebut menyebabkan masyarakat harus membeli barang pokok maupun strategis lainnya dengan harga yang relatif lebih tinggi. “Dengan kenaikkan PPN ini, dapat diprediksikan nantinya daya beli masyarakat Indonesia akan menurun drastis,” tuturnya.

Menanggapi permasalahan kenaikan pajak, tentu hal ini berakibat pada semakin terpuruknya kehidupan masyarakat, terutama masyarakat yang taraf ekonominya menengah ke bawah. Mereka akan merasakan secara langsung dampaknya. Daya beli masyarakat pun akan berkurang dan mengakibatkan roda perekonomian menurun.

Di antara bentuk kezaliman di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Bagi muslim, segala sesuatu seharusnya dikembalikan pada aturan agama yang dibuat oleh Allah SWT, termasuk permasalahan pajak.

Islam tidak membebankan pajak kepada rakyat, tetapi rakyat berkewajiban mengeluarkan zakat yang diserahkan ke Baitul Mal yang pengelolaannya adalah untuk kesejahteraan. Adapun pajak dikenakan kepada kaum muslim yang kaya ketika negara dalam kondisi darurat atau genting sementara kas Baitul Mal kosong.

Menurut ulama seperti Ibnu Taimiyah, pajak di dalam Islam hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil yang tertera di dalam Al-Qur’an dan hadits. Adapun dalil dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil…” (An-Nisa: 29).

Dalam ayat di atas, Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan, dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya.

Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya.” Adapun secara khusus, terdapat beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pelaku atau pemungut pajak (diadzab) di neraka” (HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah: 7).

Hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain, seperti dari Abu Khair r.a. beliau berkata, “Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit r.a., maka ia berkata: ‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka’” (HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930).

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat beberapa ibrah/hikmah yang agung, di antaranya ialah “Bahwasanya pajak termasuk sejahat-jahat kemaksiatan dan termasuk dosa yang membinasakan (pelakunya), hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat nanti.”

Terakhir, perlu kiranya kita mengingat kembali bahwa kemiskinan, kelemahan, musibah yang silih berganti, kekalahan, kehinaan, dan lainnya, di antara sebabnya yang terbesar tidak lain ialah akibat tangan-tangan manusia itu sendiri (Ar-Rum: 41) dan tidak diterapkannya hukum Islam.

Ada manusia yang terheran-heran ketika dikatakan pajak adalah haram dan sebuah kezaliman nyata. Mereka mengatakan mustahil suatu negara akan berjalan tanpa pajak. Maka hal ini dapat kita jawab, bahwa Allah telah menjanjikan bagi penduduk negeri yang mau beriman dan bertaqwa (yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya), mereka akan dijamin oleh Allah mendapatkan kebaikan hidup di dunia, terlebih di akhirat kelak, sebagaimana Allah berfirman, “Seandainya penduduk suatu negeri mau beriman dan beramal shalih, niscaya Kami limpahkan kepada mereka berkah (kebaikan yang melimpah) baik dari langit atau dari bumi, tetapi mereka mendustakan (tidak mau beriman dan beramal shalih), maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Al-A’raf: 96).

Ketergantungan kita kepada pajak merupakan salah satu akibat dari pelanggaran ayat di atas, sehingga kita disiksa dengan pajak itu sendiri. Salah satu bukti kita melanggar ayat di atas adalah betapa banyak di kalangan kita yang tidak membayar zakatnya terutama zakat mal. Ini adalah sebuah pelanggaran, belum terhitung pelanggaran-pelanggaran lain, baik yang nampak atau yang samar.

Jika manusia mau beriman dan beramal shalih dengan menjalankan semua perintah (di antaranya membayar zakat sebagaimana mestinya) dan menjauhi segala larangan-Nya (di antaranya menanggalkan beban pajak atas kaum muslimin), niscaya Allah akan berikan janji-Nya, yaitu keberkahan yang turun dari langit dan bumi.

Bukankah kita menyaksikan beberapa negeri yang kondisi alamnya kering lagi tandus, tetapi tatkala mereka mengindahkan sebagian besar perintah Allah, mereka mendapatkan apa yang dijanjikan Allah berupa berkah/kebaikan yang melimpah dari langit dan bumi. Mereka dapat merasakan semua kenikmatan dunia. Sebaliknya, betapa banyak negeri yang kondisi alamnya sangat strategis untuk bercocok tanam dan sangat subur, tetapi tatkala penduduknya ingkar kepada Allah dan tidak mengindahkan sebagian besar perintah-Nya, Allah hukum mereka dengan ketiadaan berkah dari langit dan bumi. Mereka melihat hujan sering turun, tanah mereka subur nan hijau, tetapi mereka tidak pernah merasakan berkah yang mereka harapkan.

Inilah buah dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Orientasinya adalah keuntungan semata untuk kepentingan mereka sendiri, baik secara pribadi atau golongan, dan asas manfaat. Ketika terdapat keuntungan, mereka akan suka rela melakukan sesuatu. Tetapi jika tidak ada keuntungan di dalamnya, mereka jelas-jelas menolak atau mengabaikannya. Hal ini sangat bertentangan dengan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

Ingatlah bahwa keberkahan Allah akan datang ketika kita berusaha menjalankan syari’at Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bi shawab.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter