Kambing Hitam Pemilu
Oleh Aulia Aula Dina
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden telah dua bulan berlalu, tetapi
sampai saat ini hasil pemilu masih belum menemukan titik terang. Perseteruan
antara kubu satu dan yang lainnya masih terjadi karena hasil real count yang dihitung
KPU dinilai tidak adil oleh salah satu pihak. Hal ini mengakibatkan hasil
pemilu dibawa ke meja hijau untuk menemukan penyelesaiannya.
Pertarungan politik ini menimbulkan kehawatiran beberapa pihak yang membuat
petahana mengkambinghitamkan ajaran Islam yaitu Khilafah sebagai penyebab
keruwetan pemilu. Seperti yang dikatakan Bapak Wiranto, “Yang baru kemarin kita
bubarkan, kita akan dijadikan negeri Khilafah, ada. Tidak akui nasionalisme,
tidak akui Pancasila, NKRI, kita bubarkan. Tapi sekarang masih boncengi lagi
dalam keruwetan pemilu kita, ada” di Grand Paragon, Jakarta. (16/5. Viva.co.id)
Wiranto menganggap Ajaran Islam (Khilafah) ini membuat masyarakat menjadi
tidak nasionalis dan tidak cinta NKRI, yang mengakibatkankan masyarakat tidak
percaya kepada petahana dan ingin
mengganti NKRI dengan Khilafah. Ajaran Islam kerap kali disalah artikan dan
menjadi sasaran saling menjatuhkan.
Ajaran Islam seharusnya menjadi landasan politik, tetapi saat ini ajaran
Islam malah dikambinghitamkan dan dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan dalam perlombaan
politik. Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
Amirsyah Tambunan mengatakan Islam tidak boleh dijadikan kambing hitam politik,
“Orang yang beragama harus menjadi problem solver (pemecah masalah) dalam
berpolitik, bukan problem maker (pembuat masalah). Jangan jadikan agama sebagai
kambing hitam.” (9/4. Republika.co.id)
Pemerintah tidak layak menjadikan ajaran Islam sebagai sebuah alasan dalam
permasalahan yang ada dalam pemilu, karena ajaran Islam adalah hukum yang
seharusnya diterapkan dalam perpolitikan bukan menjadi alat yang dipakai dalam
pertarungan politik.
Komentar
Posting Komentar