Menebar Damai Melanggengkan Masalah Di Kabupaten Bandung
Sebut saja pak Asep (bukan nama asli), beliau sehari-hari bertugas sebagai pegawai di kantor salah satu kecamatan yang berada di wilayah kabupaten Bandung. Ketika ditanyakan kepada beliau terkait spanduk yang marak dipasang di beberapa kantor kecamatan, yang bertuliskan "Kabupaten Bandung Damai menolak segala bentuk kekerasan dan kerusuhan....."
Pa asep menjelaskan spanduk-spanduk yang dipasang di berbagai instansi di wilayah kabupaten Bandung adalah sebagai bentuk himbauan, ajakan terkait situasi pasca pilpres dan pasca terjadinya kerusuhan tanggal 21-22 mei. Pemerintah daerah kabupaten Bandung berharap bahwa masyarakat di wilayah kabupaten Bandung tetap kondusif dan damai. Warga kabupaten Bandung dihimbau agar tidak perlu ikut terprovokasi segala bentuk aksi ditengah-tengah masyarakat. Himbauan senada juga dikuatkan oleh seruan dan pernyataan sikap dari para tokoh, para sesepuh dan alim ulama di kabupaten Bandung.
Faktanya masyarakat di kabupaten Bandung, pada saat ini baik langsung atau tidak langsung mengalami imbas dari apa yang terjadi di tanah air secara nasional. Tidak terelakan warga kabupaten Bandung pun mengalami polarisasi yang tengah menimpa rakyat negri ini. Dan pada akhirnya terkena pula dampak situasi kisruh yang terjadi di pusat. Seperti pembatasan akses di media, dan pelarangan ikut aksi ke jakarta. Disamping itu aparat di daerah pun termasuk di kabupaten Bandung disiagakan penuh mengantisipasi terhadap timbulnya aksi- aksi di masyarakat.
Pemda terus menghimbau dibantu alim ulama agar masyarakat tidak ikut-ikutan pergi ke Jakarta. Sayangnya, pihak pemda dan para ulama hanya melihat situasi yang terjadi akhir-akhir ini dari permukaan saja, dengan mengambil sikap pragmatis, berupa seruan dan himbauan. Hanya sekedar pengalihan dari akar masalah sesungguhnya. Padahal apabila melakukan analisa lebih dalam guna mencari sebab permasalahan yang terjadi. Maka para penguasa, pemangku jabatan dan terutama para alim ulama sebagai pengayom umaro (pemerintah) dan pendidik umat, haruslah peka dalam melihat akar masalah yang terjadi, sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas, tidak berlarut-larut seperti saat ini.
Lalu bagaimana menyelesaikan kisruh yang tengah terjadi di masyarakat? Mari coba kita pahami bahwa polarisasi, perpecahan yang berujung kisruh dan polemik berkepanjangan, berawal dari rasa kecewa rakyat atas kepemimpinan yang jauh dari keadilan. Pemimpin negri ini telah banyak mengabaikan hak-hak asasi rakyat. Rakyat dan negara mengalami beban masalah diberbagai bidang. Kemudian ketika mereka hendak menyalurkan aspirasi kekecewaannya malah dibungkam. Lalu rakyat memilih aksi turun ke jalan untuk mengekspresikan harapannya malah dihadapi dengan represif, seperti menghadapi musuh.
Para ulama yang lurus menyeru pada solusi bangsa yang konkrit dengan hukum-hukum Alloh swt yang shahih, serta ikhlas mengarahkan pemahaman kepada umat mana yang haq dan mana yang bathil justru malah dikriminalisasi dan dipersekusi. Dakwah yang menawarkan solusi dengan syari'at dari sang pencipta kehidupan yaitu syari'at lslam, malah dituduh dengan perangkap ujaran kebencian, makar, radikal, teroris lewat UU ITE, atau UU antiterorisme dari pasal-pasal karet. Rezim telah menyalahgunakan aparat penegak hukum untuk mengamankan kekuasaannya. Bagai bom waktu, maka terjadilah akumulasi rasa kecewa yang bisa jadi berujung kemarahan. Hukum negara tak lagi menjaga dan melindungi kebenaran sebaliknya berubah menjadi perisai kedzaliman.
Seorang pemimpin adalah junnah (perisai). Pemimpin adalah pelindung dan penjaga warga negara yang dipimpinnya. Pemimpin melindungi rakyat dari segala bentuk kedzaliman, dia menjamin hak-hak dasar rakyat agar terpenuhi secara merata dan adil. Hukum yang diterapkan memastikan mekanisme ini berjalan dengan baik. Pemimpin adalah pelayan rakyat, dia wajib memenuhi kebutuhan pokok umat. Begitulah gambaran pemimpin dalam islam. Pemimpin dipilih dengan kriteria tertentu dan merupakan sosok yang memiliki integritas terhadap hukum pemilik alam semesta Alloh swt. Pemimpin yaitu seorang kholifah yang mendapat ba'iat dari umat adalah sebagai wujud legitimasi. 13 abad syariat islam membuktikan eksistensi khilafah yang kuat. Jangan fitnah khilafah dengan tuduhan anti kebhinekaan, radikal, teroris, dll, sebab semua itu ahistoris alias melawan sejarah. Memilih pemimpin dalam islam tidaklah serumit dan sesulit sistem pemilu demokrasi yang memakan waktu panjang, berbiaya besar, bahkan berujung maut...masihkan pemimpin daerah mampu mempertanggung iawaban.
Intrik memang ada dalam perjalanan sejarah kekhilafahan, namun bila secara jujur kita menilai, keburukan yang diciptakan demokrasi jauh lebih besar. Sejarah mencatat bahwa intrik yang terjadi pada rentang masa kekhilafahan terjadi justru saat individu pemimpinnya tidak menjalankan syari'at secara menyeluruh (kaffah), dan konsisten. Sebaliknya dalam demokrasi orang-orang yang lurus berintegritas malah dihabisi, kita masih ingat apa yang menimpa seorang mujahid Mesir (mantan presiden) Muhammad Misri. Semoga Alloh swt membalas perjuangan beliau untuk tegaknya syariat Islam. Demikian pula di Indonesia, Salah satu contoh wajah buruk demokrasi adalah pelaksanaan pesta demokrasi yaitu pemilu. Dari sejak pertama kali pemilu tahun 1955 yang dimenangkan partai masyumi ditelikung oleh rezim, dan sampai pemilu terakhir 2019 yang baru lalu, kemenangan yang dihasilkan memiliki aroma kecurangan yang kuat. Korban yang dihasilkan pun 3 kali lipat bom Bali. Rakyat kini lebih cerdas untuk melihat dan menilai realitas yang terjadi. Bahwa kecurangan dan kelicikan sudah menjadi bagian dari demokrasi.
Apakah kita masih berharap kebangkitan sebuah bangsa, keadilan dan kesejahteraan dalam sistem demokrasi? Negara-negara maju di barat hanya menjadikan demokrasi alat hegemoni pada negara lain. Manusia hanya sebutir debu ditengah semesta alam yang maha luas ini. Kita manusia terlahir dari setetes air yang hina. Apa yang menyebabkan manusia sombong membuat aturan hidup sendiri, menolak hukum Alloh bahkan juga menghina melecehkan syari'at Alloh, menolak ajaran islam khilafah dan para pengemban dakwahnya. Pahamilah akar masalah bangsa ini dan yang menimpa lingkungan kecil kita di kabupaten Bandung adalah akibat memakai demokrasi seraya meninggalkan syari'at islam. Bagaimana mungkin para pemimpin menebar damai? Sambil melanggengkan masalah dengan demokrasi?
Komentar
Posting Komentar