Penyakit Umat Islam Selepas Ramadhan

Oleh Riani Amanatillah


Ramadhan telah berlalu begitu juga Hari Raya Idul Fitri. Artinya, umat Islam telah melalui Hari Kemenangan: menang melawan hawa nafsu, menang melawan setan, menang melawan setiap kecenderungan dan perilaku menyimpang. Setelah “menang”, kualitas diri seseorang pasti lebih unggul daripada kualitasnya di masa lalu. Keunggulan dalam konteks Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri bentuknya adalah ketakwaan kepada Allah SWT, bahwasanya seorang Muslim senantiasa lebih taat kepada Allah SWT dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Dengan demikian, pasca puasa, seorang Muslim selayaknya menyandang predikat takwa. Sebagian ulama menyatakan, “Laysa al-‘id li man labisa al-jadid, innama al-‘id li man taqwahu yazid (Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan segala sesuatu yang serba baru. Hari Raya hanyalah untuk orang yang ketakwaannya bertambah).”
            Sayangnya, selepas Ramadhan umat Islam sering kali kembali pada “penyakitnya”: hilangnya rasa takut mereka terhadap murka Allah SWT. Spirit ibadah menurun, ibadah sunnah hilang, bahkan hingga lalai terhadap sholat fardhu. Na’udzubillahi min dzalik. Para muslimah juga kembali membuka auratnya. Mereka bangga dengan pakaian Hari Rayanya padahal mereka “menelanjangkan” badannya. Di sisi lain Allah SWT berfirman, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya” (TQS Al-Hajj [22]: 30).
Kehilangan rasa takut ini bukan saja terjadi pada segelintir individu Muslim tetapi juga terjadi pada para penguasa di negeri-negeri Muslim. Melanjutkan kezalimannya terhadap rakyat dengan menjual SDA kepada asing dan bekerja sama dengan para pemimpin kafir, mengorbankan jiwa manusia demi mempertahankan kekuasaan, hingga mengkriminalisasi ulama dan mendiskreditkan ajaran Islam seperti Khilafah adalah di antara penyakit mereka. Dengan demikian yang mereka lakukan hanya menahan lapar dan haus, puasa tidak berbekas dalam jiwanya.
            Sesungguhnya penyebab dari lunturnya ketakwaan umat Islam ini adalah tidak diterapkannya aturan Islam secara menyeluruh, yang dapat menjadi  junnah atau perisai agar masyarakat senantiasa terhindar dari perbuatan maksiat. Mari kita renungkan, Allah SWT memberi kita rezeki terbaik pada Bulan Ramadhan hingga kita berbahagia di Hari Raya. Maka dari itu, jangan biarkan ketakwaan kita luntur setelah berpuasa. Laksanakanlah Islam secara menyeluruh, baik dalam urusan individu, masyarakat,  dan negara, sebagaimana firman Allah SWT, Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan” (TQS Al-Baqarah [2]: 208). Jauhilah dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Sebab bagi orang yang bertakwa, kata Imam Ali r.a., masalahnya bukan pada besar-kecilnya dosa, tetapi kepada siapa kita berdosa. Tentu pada Allah ‘Azza wa Jalla. Zat yang selayaknya menerima ketaatan dari makhluk-Nya, bukan maksiatnya. Sebagai penutup, mari sama-sama berdo’a semoga Ramadhan dan Hari Raya di tahun berikutnya menjadi saat-saat yang mana aturan Islam telah diterapkan dalam segala segi kehidupan manusia. Wallah a’lam bi ash-shawab.

Komentar

Postingan Populer

Pengunjung

Flag Counter